Privasi Perempuan

 

Semenjak tahu kalau kita bisa download ratusan foto dari akun instagram sekaligus, semenjak tahu Jurnal Internasional Berbayar bisa di-download gratis begitu saja, semenjak tahu kalau kita bisa ngecopy-paste semua postingan blog Tumblr seseorang tanpa susah payah. Saya sudah tidak mengerti kata Privasi itu dimana.

Saya merasa tidak pernah melakukan hal illegal, kecuali menggunakan situs gen.lib.rus.ec yang memang bikin muak semua penerbit jurnal internasional. Pernah dosen saya cerita beli jurnal sampai dua juta. Yah, uang segitu mah bisa buat ngasih makan OP praktikum dari Psikodiagnostika I sampai 6 :D. Ya ilegal tapi selama gak diblok sama Menkominfo mah buka Saya yang salah, masa situs berguna bagi nusa dan bangsa mau diblok? Hidup mahasiswa!

Ketika saya punya trik ngesave halaman website buat download gambar. Itu legal kok, toh kita bisa ngesave halaman apa saja yang kita ingin. Default semua browser juga gitu mau Opera, Firefox, Chrome, etc. Tidak pakai aplikasi pihak ketiga. Kita sama tahu kalu dalam satu halaman website berformat html itu terdapat berbagai file, yang formatnya beda-beda pula, di dalamnya sering terdapat gambar nah gambar ini yang ikut tersimpan ketika kita nge-save halaman website. Coba aja, ketika file html yang kita save dihapus, foldernya akan ikut terhapus.

Dear, perempuan yang merasa aman-aman aja ketika foto profilnya dikunci, merasa tidak ada yang bisa ngambil fotonya. Ai kamu gak tahu kalau tinggal klik kanan, klik ‘lihat informasi halaman’, lalu klik ‘media’, terus kita bisa download foto kamu walau terkunci.

Baca lebih lanjut

Mencari Jurnal Internasional Gratis Lewat DOI

Ceritanya, mencari jurnal biar kelihatan mahasiswa yang lagi ngerjain skripsinya, haha.

Terakhir edan-edanan cari jurnal pas kuliah Statistika 2, dosen memberikan tugas mencari jurnal Statistika, bahasa Inggris. Bayangin gais, Statistika, udah gitu pakai bahasa Inggris –_-, Saya belajar statistika pakai bahasa Indonesia aja harus ngulang dua kali. Nah, setelah itu, saya jarang mencari jurnal. Kecuali kalau lagi cari tahu sesuatu aja. Pas Metodologi Penelitian 3, mulai tuh cari-cari jurnal lagi. Dulu, paling saya cuma mengandalkan e-resources Perpusnas, itupun cuma ada beberapa yang bisa di-download selanjutnya cuma bisa download abstrak-abstraknya aja. Kata temen saya sih, di Perpusnas bisa download semuanya yang kita pengen, gak tahu deh kenapa saya kalau mau download cuma dapat abstraknya aja. Saya yang gaptek kali.

Baca lebih lanjut

Memindahkan Kontak dari Windows Phone ke Android

Smartphone pertama saya Windows phone (WP) bukan si robot ijo yang lagi ngetrend di kalangan ABG, eh mahasiswa juga deng. Kenapa memilih WP bukan android? Kan biar anti mainstream, haha. Akhir cerita, WP saya gak bertahan 2 tahun. Sudah 2 kali service, rusak lagi, males service untuk yang ke tiga kali. Akhirnya beli Android dan kemudian ikutan mainstream.*nyengir

Sama seperti teknologi smartphone lainnya. WP juga menggunakan teknologi cloud storage untuk menyimpan semua data. Karena WP ini produk dari microsoft, akhirnya saya harus mempunyai akun di live.com (Seperti Android yang mengharuskan pengguna punya akun Google.com). Semua kontak disinkronisasi, mulai dari kontak fesbuk, twitter dan juga semua kontak di kartu sim saya pindahkan ke akun live.com. Baca lebih lanjut

Kelas-Kelas ‘Overload’

Beberapa bulan lalu, kakak tingkat saya pernah ngomong gini “Padahal bagus tuh untuk dikaji, kenapa ada sebagian mahasiswa yang memilih mata kuliah sesuai passion, ada juga mahasiswa yang memilih mata kuliah hanya untuk mengejar IP saja”.

Sekilas Tentang Mata Kuliah Pilihan

Ketika memasuki jurusan Psikologi, maka selama 4 Semester pertama mahasiswa akan mempelajari hal-hal dasar. Statistika, Psikologi Umum, Psikologi Kepribadian, Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan, dll. Memasuki semester 5 mahasiswa diberi kebebasan untuk mengambil mata kuliah sesuai minatnya masing-masing. Ketika memasuki jurusan Psikologi tidak ada itu pembagian minat lagi seperti ini kelas Psikologi Klinis atau ini kelas Psikologi Pendidikan. Banyak adik tingkat yang bertanya “Ini kok gak ada penjelasan mana yang termasuk Psikologi Klinis mana yang termasuk psikologi Anak, dll” ya, memang seperti itu. Harusnya hal-hal seperti itu tidak usah dipertanyakan lagi, mahasiswa yang memasuki semester 5, harus tahu mata kuliah apa saja yang nanti akan mendukung terhadap passion dia. Misal ada yang berminat terhadap Psikologi Anak, maka pilih mata kuliah yang berhubungan dengan Psikologi Anak, mulai dari Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak lalu nanti disambung tes Klinis Anak, atau ada yang berminat menekuni bidang Psikologi Industri & Organisasi, maka pilih mata kuliah yang memang mendukung passion tersebut semisal Psikologi Konsumen, Ergonomi lalu Assesment Center, misalkan.

Mulai semester ini, KRS menggunakan sistem online dan terjadilah kekacauan. Bukan kacau sebenarnya, hanya saja belum siap. Mahasiswa di fakultas saya terbiasa enak, semaunya sendiri memilih mata kuliah pilihan sesuai dengan keinginannya, tanpa peduli   apakah kelas yang dipilih sudah overload apa belum. Setelah menggunakan sistem online, mahasiswa tidak bisa lagi seenaknya mengambil mata kuliah. Kuota per kelas dibatasi hanya untuk 40 mahasiswa saja. ketika dalam satu kelas sudah ada 40 mahasiswa, maka mahasiswa yang lain harus mencari jadwal mata kuliah tersebut di kelas lain. Tenang saja, jurusan Psikologi mempunyai 4 kelas per angkatan. Rata-rata per angkatan hanya mempunyai 120 – 140 orang. Jika satu kelas mempunyai kuota 40 mahasiswa, maka terdapat 160 kursi yang tersedia per mata kuliah. Artinya terdapat 20 sampai 40 kursi cadangan yang disediakan untuk mahasiswa ‘pendalaman’ :D. Tapi hitung-hitungan seperti itu hanya berlaku untuk mata kuliah wajib saja, tidak berlaku untuk mata kuliah pilihan.

Dua semester mengikuti mata kuliah pilihan, rata-rata pihak fakultas hanya menyediakan jatah satu kelas saja. Tidak heran jika satu kelas bisa berisi 40 – 60 mahasiswa. Namun bersyukur, ada juga dosen yang berinisiatif membagi kelas-kelas yang’overload’ menjadi dua bagian. Baca lebih lanjut

2020: Era Online

Kalian bisa membayangkan bumi tujuh tahun dari sekarang itu bagaimana? Saya sih gak bisa membayangkan bumi tujuh tahun dari sekarang bagaimana. Tujuh tahun dari sekarang berarti umur Saya 27 tahun, umur segitu kayaknya saya sudah punya suami juga anak dan rumah sendiri, amin hehe…

Akhir-akhir ini saya punya kebiasaan baru di kampus ngedownload video-video di youtube, tenang saja bukan video klip dance Korea kok yang saya download, biasanya saya download film-film pendek, atau video flashmob. Hmm, kemarin sempat ngedownload beberapa video tentang revolusi sosial media. Dan taraaa akhirnya ngerasa wow sekaligus jleb banget.

Video ini bercerita tentang prediksi keadaan bumi di tahun 2020, dimulai dari pertumbuhan penduduk yang akan melampaui 7 Milyar jiwa, pertumbuhan ekonomi Asia yang semakin baik, kreatifitas akan sangat dibutuhkan dan yang terakhir adalah tentang internet. Di video berdurasi Cuma 6 menit ini memprediksi bagaimana 7 tahun mendatang pengguna internet akan meningkat tajam. Menurut saya ini hal yang wajar kok, ketika saya mengenal internet tahun 2008 pengguna internet tak seramai sekarang, waktu itu di sekolah teman-teman saya yang mempunyai akun sosial media bisa dihitung dengan jari, sekarang? 5 tahun kemudian hampir semua teman, tetangga juga adik kelas saya merupakan pengguna aktif sosial media.

Batas-batas antara dunia maya dan dunia fisik semakin samar, hubungan dengan seseorang melalui dunia maya akan menjadi hal biasa. Ini yang menarik, hari ini ketika seseorang bertemu dengan seorang teman di dunia maya pasti akan bertanya “No teleponnya berapa? Atau ada PIN?” Kenapa berhubungan di dunia maya saja tidak cukup?, ini tentang budaya hari ini disebutkan bersilaturahmi jika benar-benar bertemu dengan seseorang. Bagaimana dengan prediksi 7 tahun mendatang? Seperti disebutkan di atas batas dunia maya dan dunia fisik akan semakin samar, mungkin nomor telepon atau PIN BB akan musnah?? Lihat saja nanti.

Ada hal lain yang menarik yang diceritakan dalam video itu, salah satunya prediksi tentang semua perangkat televisi akan bisa terkoneksi dengan internet. Mungkin 7 tahun yang akan datang kita tidak perlu mempunyai antena di rumah, cukup mempunyai koneksi internet lalu kita bisa menikmati siaran program televisi secara streaming, Untung saja internet tidak membutuhkan kabel, andaikan koneksi internet membutuhkan kabel mungkin 7 tahun mendatang akan ada milyaran kilometer kabel yang saling tersambung di atas kepala kita.

Kalangan menengah ke atas akan mempunyai rata-rata sepuluh perangkat yang dapat terkoneksi ke internet. Ini tidak terlalu membuat saya heran, hari ini saja jika pergi ke kampus teman-teman saya bisa membawa 4 perangkat yang semuanya tersambung ke internet, handphone, blackberry, netbook juga tablet. Bayangkan satu orang bisa bisa membawa 4 perangkat sekaligus, maka tidak heran jika 7 tahun dari sekarang seseorang bisa mempunyai 10 perangkat yang bisa terkoneksi ke internet *rempong*.

Masalahnya gak kebayang aja perangkat apa saja yang yang bisa terkoneksi ke internet 7 tahun yang akan datang. Smartphone, netbook, tablet itu merupakan hal yang biasa, televisi memang ada yang bisa terkoneksi ke internet itupun baru beberapa. Saya sih bayangannya nanti barang kayak kulkas, mesin cuci, dan peralatan rumah tangga lainnya bisa terkoneksi ke internet, atau mungkin perusahaan raksasa dunia akan berlomba menciptakan perangkat baru? Tahun 2005 mana kita tahu akan ada barang bernama tablet bisa digunakan untuk online hehe..

Pertumbuhan manusia akan berkembang pesat begitupun pertumbuhan koneksi internet. Bisa dibilang 2020 itu generasi online, dibutuhkan kapasitas penyimpanan sebesar 30ZB, iya ZB yang saya tahu sampai hari ini yang paling besar itu satuan TB Terra Byte, ternyata setelah itu ada yang namanya PB (PetaByte), Eb (ExaByte) lalu ZB (ZetaByte), gak kebayangkan ZB itu segimana angkanya. Pokoknya 1Zb itu sama dengan 1024EB, 1EB sama dengan 1024PB satu PB sama dengan 1TB, hitung tuh 1ZB berapa kali lipat dari 1TB 😀

Kira-kira kalau umur saya 27 tahun masih bakal nongkrongin internet terus gak ya? Lagi-lagi jadi kepikiran obrolan teman saya tentang prediksi kehidupan saya jika saya nikah, kata dia saya itu apa-apa bakal ngetwit, apa-apa bakal ngeblog dulu, anak gak akan diurus, tega banget ya teman saya ngomong gitu. Lalu kepikiran juga cerita senior ketika mewawancarai seorang anak, dia ditanya “Suka main sama ibu atau ayah?” si anakpun lalu menjawab ” Suka main sama ayah, ibu mah sukanya nonton Tv sama main Hp” lucu sekaligus jleb juga ya, Aduh kasihan banget anak saya jika dia punya nasib yang sama dengan anak ini.

Sekali lagi 2020 adalah tahun online, tahun dimana saya sudah 27 tahun, sudah punya suami dan anak (hehe.. Amin lagi!). Saya tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi 7 tahun yang akan datang tapi untuk antisipasi bolehlah ya, sebagai calon ibu masa depan yang baik dan benar dan juga melek teknologi saya gak bakal ninggalin dan cuekin anak dan suami saya. Kasihan banget anak saya kalau saya terus-terusan online lalu anak dan suami saya gak ada yang ngasih makan.

Niatnya sih tulisan ini akan saya simpan sebagai bukti juga janji siapa tahu yang diprediksi hari ini tentang 2020 akan menjelma nyata, dan saya sudah antisipasi. Jadi, siap menyambut era online ibu-ibu masa depan? Saya siap.

Love and Share Project @infouinsgd

info uin (Copy)

Hey anak UIN Bandung yang ngakunya cinta UIN, mana nih suaranya? Mau sharing tentang sesuatu nih sekarang. Anak UIN yang juga gaul di Twitter pastinya sudah tidak aneh lagi dengan akun @Infouinsgd, nah kemarin-kemarin saya dikasih sesuatu sama miminnya @infouinsgd ini. Dikasih satu cangkir mug juga satu tote bag lucu :).

Nah, sebenarnya selain 2 merchandise tadi ada juga stiker, tapi sayang stikernya lagi habis. Dalam rangka apa sih @infouinsgd ngasih barang-barang ini ke mahasiswa UIN? Saya pikir barang-barang ini untuk dijual,  ternyata enggak. Barang-barang ini memang sengaja diproduksi untuk  Love and Share Project . Bagi kalian yang follow akun @infouinsgd pasti sudah tidak asing lagi dengan hashtag #LoveandShareProject, nah apa sih Love and Share Project  ini? Ya seperti namanya program ini bertujuan hanya untuk membagi-bagikan merchandise kepada mahasiswa UIN secara gratis, iya perlu digarisbawahi gratis. Khusus buat anak Psikologi yang pergaulannya jauh dari UIN Cibiru, kapan-kapan main atuh ke kampus Cibiru biar dapat merchandise gratis dari mimin @infouinsgd 😀

Eits, jangan mengira karena ini barang gratisan kualitasnya pun pas-pasan. Enggak loh meskipun ini barang gratisan tapi kualitasnya Ok kok. Waktu di kampus saya kasih lihat 2 barang ini ke teman-teman saya dan mereka serempak bilang “Mauuu….”.

Pendapat mereka tentang dua barang ini positif sekali. Kata kakak kelas ini gebrakan baru karena memang tahun-tahun sebelumnya UIN tidak mempunyai merchandise sendiri. Adapun merchandise itu juga hanya buat kalangan mahasiswa per fakultas nah dengan adanya Love and Share Project  ini, sekarang mahasiswa UIN tidak kalah dengan mahasiswa dari kampys lain yang sudah terbiasa mempunyai merchandise khas kampus.

Untuk desain 2 merchandise ini, saya juga teman-teman sepakat kalau desainnya apik banget. Seperti yang bisa dilihat dalam foto di cangkir mug terdapat dua gambar yang pertama gambar avatar twitter @infouinsgd dan di sisi yang lain terdapat tulisan “don’t drinking while standing”  yang sebenarnya ini terjemahan bahasa Inggris dari sebuah hadits. Teman-teman saya suka dengan tulisan ini, selain sebagai hiasan untuk mempermanis tampilan mug juga berguna untuk pengingat ketika kita lupa. Saran dari teman-teman sih untuk gambar avatar akun twitter @infouinsgd di cangkir tidak perlu diubah-ubah, nah untuk tulisan di sisi lain seperinya lebih menarik kalau tulisannya bervariasi :).

Nah untuk Tote Bag, mereka pada antusias banget sama Tote Bag ini. Iyalah, wong se Psikologi Cuma Saya yang punya #eh. Tenang-tenang miminnya @infouinsgd baik kok ntar juga bagi-bagi Tote Bag ke mahasiswa lain. Nah untuk kualitas Tote bag-nya sendiri saya acungi jempol. Untuk barang gratisan kualitasnya tidak kalah dengan tas lain yang saya beli. Fyi, tote bag ini terbuat dari kain kanvas tebal bukan kain biasa seperti tote bag yang kita dapat dari seminar-seminar atau workshop he…. Ksin kanvas ini terkenal sangat kuat, untuk contoh saja saya udah nyoba kok tas ini kuat untuk membawa buku DSM sama Psikologi Abnormal sekaligus. Asal kamu tahu saja dua buku itu tebalnya masing-masing 900-an halaman.Kebayang kan kuatnya tas ini gimana?. Tas ini ukurannya kira-kira 30×35 cm cukuplah untuk tas tambahan ketika kamu bawa buku banyak ke kampus :D.

Tote bag-nya gaya vintage, terdapat sablonan avatar @infouinsgd, pokoknya lucu kalau dibawa ngampus. Sayangnya tote bag ini tidak ada kantong kecil di dalamnya untuk menyimpan barang-barang kecil. Tapi ya untuk secara keseluruhan tas ini tetap keren. Apalagi setelah saya tahu kalau tote bag berbahas kanvas memang lagi ngetren, selain karena terkenal kuat, tote bag kanvas juga banyak digunakan sebagai pengganti kantong kresek belanjaan. Sekarang mana yang masih bilang gak minat dapat tote bag gratis ini? 😀

Gimana nih setelah saya ceritain dua produk dari @infouinsgd di atas? Pada mau gak? Tenang, Love and Share Project  ini masih terus berlanjut kok, jadi kesempatan kamu buat dapat merchandise-merchandise di atas sangat terbuka lebar. Bagaimana caranya? Caranya gampang banget pantengin terus linimasa twitter @infouinsgd nanti juga miminnya bakal bagiin lagi merchandise gratis. Good luck!

Terakhir makasih buat mimin @infouinsgd yang udah ngasih 2 merchandise keren ini makin betah pantengin @infouinsgd, makin cinta UIN lah 😀

#weloveUIN

#LoveandShareProject

Gratis, Workshop Seumur Hidup!

Kemarin-kemarin dapat kesempatan ikut pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan pihak kampus. Acara yang diselenggarakan 3 hari itu benar-benar bikin saya ngantuk. Ini workshop pertama saya, mana saya tahu kalau workshop itu tidak lain adalah acara Seminar 18 jam nonstop per harinya. Pantas saja acara-acara workshop biasanya mahal,wong pematerinya juga banyaaaaak banget. Untuk tingkat mahasiswa S1 saja bisa sampai ratusan ribu, kemarin-kemarin teman saya ikut workshop yang biayanya sampai sejutaan lebih, saya bilang wow…

Untung saja workshop yang saya ikuti kemarin gratis hehe…

3 hari ikutan workshop dapat apa saja? Tentu saja banyak. Saya baru tahu kalau dalam satu kalimat jika ada 2 kata yang sama maka akan menjadi rancu, misal “Ibu membuat rangkuman untuk membuat adik mudah memahami pelajaran” Nah, gak enak dibacakan dalam satu kalimat ada kata membuat dua kali. Selama saya ikut workshop saya juga baru tahu kalau saya harus terus belajar, belajar, dan belajar. Ini terbukti ketika hari terakhir ikutan woRkshop kita disuruh membuat artikel, dan artikel saya dirombak habis-habisan he…. Gak apa-apa namanya juga belajar.

Tentu saja workshop 3 hari tidak sama dengan perjalan saya punya blog dari kelas satu SMA, berarti sudah 5 tahun saya belajar nulis yang ‘bener’.  Saya belajar satu-satu. Mulai dari belajar penulisan nama kota, nama orang atau gelar itu pakau huruf kapital, lalu lambat laun mulai membiasakan tidak ada kata yang disingkat, lalu belajar, belajar dan terus belajar lagi sampai detik ini ketika saya menulis ini.

Ah, ternyata benar apa kata orang bijak belajarlah seumur hidup. Sampai hari ini saya masih belajar. Sampai saat ini masih belum ngerti penggunaan kata ‘pun’ itu bagaimana? Dipisah atau digabung?  Lalu penggunaan kata ganti orang ‘dia’, ‘saya’, ‘kamu’ dan lain sebagainya itu paki huruf kapital atau huruf kecil saja?. Saya masih belajar apakah nulis ibu kota itu disatukan atau dipisah, lalu nulis olah raga itu dipisah atau disatukan. Saya juga masih membiaskan kalau kata yang baku itu silakan bukan silahkan. Sederhana ya? Ya memang belajar itu memang harus dari hal yang sederhana.

Setiap  hari pergi ke kampus, di jalanan lurus sepanjang??? Menurut saya jarak kostan – kampus itu 8 Km tapi menurut teman saya jarak kampus kostan itu faktanya 11 Km. Ntahlah pokoknya di sepanjang jalanan lurus yang berkilo-kilometer itu, terdapat puluhan gedung yang saya lewati. Sederhana, ada beberapa gedung yang menggunakan kata ‘Graha’ sebagai nama gedung mereka, ada juga yang memakai kata ‘Grha’. Tentang Graha atau Grha, hal ini pernah saya baca ketika kelas 3 SMA. Katanya penggunaan kata yang benar itu adalah Grha bukan Graha, karena Graha sendiri itu arinya genderewo.

Sempat browsing-browsing lagi tentang kata ini, usut punya usut  tentang penggunaan kata Grha atau Graha ini sama saja punya arti rumah. Hanya saja dua kata itu berasal dari bahasa yang berbeda. Cmiiw.

Sederhana ya, Iya hal seperti itu saja saya perhatikan. Hehe ah saya Cuma tertarik saja, pasalnya ketika di Garut saya jarang menemukan gedung yang bertuliskan Graha atau Grha, dan saya tidak peduli dengan pemakaian kata Graha atau Grha toh saya jarang menemui gedung dengan memakai nama 2 kata itu. Ternyata ketika di Bandung banyak sekali gedung yang menggunakan nama Graha atau Grha. Suatu kesempatan saja bila saya bisa mengobservasi langsung kata mana yang sering dipakai. Hehe..

Dalam pembuatan laporan praktikum kemarin saya berdebat dengan teman saya apakah harus menggunakan kata ‘Subyek’ atau ‘Subjek’. Saya keukeuh pakai kata subjek, wong di KBBI juga adanya Subjek pakai J kok bukan pakai Y. Nah, teman saya itu keukeuh pakai kata Subyek karena melihat contoh laporan kakak kelas. Sebenarnya mau subjek atau subyek pun tak masalah, tapi saya sih nurut sama kata baku saja, karena memang dalam laporan praktikum harus menggunakan kata baku.

Andai ikutan workshop selama 3 hari dijamin gak bakal ngerti sama hal-hal yang sederhana seperti itu, kakak.. Meskipun katanya workshop itu adalah seminar plus praktek. Tetap saja kebanyakan teori. Kita tidak bisa menjadi ahli hanya dengan workshop 3 hari.

Pengetahuan yang saya dapat selama 5 tahun ngeblog ini sepertinya tidak akan terganti dengan workshop harga jutaan. Ya, iyalah orang sudah menghabiskan kuota internet jutaan byte he..

Dan ternyata untuk mengerti hal-hal yang sederhana itu tidak diperlukan uang ratusan ribu apalagi sampai jutaan, dan ternyata untuk mengerti hal-hal yang sederhana tidak cukup waktu 3 hari. Asal kita peka dan sedikit kepo hehe.. Sepertinya memang benar kita butuh workshop seumur hidup dengan gratisssss.

Pada Dia

Di Ada Apa dengan Cinta, Cinta ditinggalkan Rangga sebelum Cinta menerjemahkan rasa. Di Ayat-Ayat Cinta, Maria ditinggalkan Fahri karena dia tidak menerjemahkan rasa. Di Eiffel I’m in Love, Tita ditinggal pergi sebelum Ia sempat menerjemahkan rasa. Apa menerjemahkan rasa saja sulit ya??

Tapi ini film kan? iya, ini film. Tapi di kehidupan nyata juga ada kan ‘cerita’ seperti ini?

Kamu pernah menyesal tidak bisa menerjemahkan rasa? Pernah merasa semua sudah terlambat? Saya pernah, dua kali :).

Menerjemahkan rasa itu sederhana, kamu bicara. Itu saja. Jangan seperti Cinta yang baru menerjemahkan rasa ketika Rangga pergi. Jangan seperti Maria yang baru menangis ketika Fahri menikah. Jangan seperti Tita yang menyesal ketika Adit pergi. Jangan seperti saya yang???? Ah, sudahlah 🙂

Jangan pernah bibir tertutup, bicarakan semua yang kau rasakan

Iya, bicarakan saja apa yang kau rasakan. Kalau tidak bisa berbicara minimal kamu nulis, minimal dia tahu, walau dia tidak mendengar dari suaramu tapi dari huruf-huruf yang terpampang di layar monitor. Simpel. Rasa yang tak pernah diterjemahkan akan berkembang menjadi penyesalan juga kekesalan. Penyesalan kenapa tidak diterjemahkan dan kekesalan karena tidak tahu siapa yang kamu ingin salahkan. Simpel.

Ada apa dengannya

Meninggalkan hati untuk dicaci

baru sekali ini aku lihat

Karya surga dari mata seorang hawa

Ada apa dengan cinta

Tapi aku pasti kembali pada satu purnama

untuk mempertanyakan kembali cintanya

Bukan untuknya, bukan untuk siapa

Tapi untukku

Karena aku ingin kamu, itu saja.

Jadi siap untuk menerjemahkan rasa dalam keadaan apapun?

Siap untuk tidak merasa menyesal di kemudian hari?

Mari bicara, mari terjemahkan rasa.

Katakan pada dia 🙂

Mengkomunikasikan Perasaan

Mari bicara, mari selesaikan!

Jika kau tak bisa berbicara, maka terjemahkanlah rasa dengan cara apapun yang kau bisa

Iya, terjemahkanlah rasa dengan cara apapun yang kau bisa, tapi bukan dengan jalan nyindir juga. Kemarin habis baca artikel Bicara itu dengan Pasangan, Bukan di Jejaring Sosial, jaman sekarang alat komunikasi beragam. Jejaring sosial merupakan alat komunikasi paling efektif saat ini di mulai dari jaman Friendster hingga sekarang sedang ngetrend Twitter. Para remaja khususnya, menggunakan jejaring sosial sebagai media komunikasi utama. Efektif memang, tapi….

Di artikel yang kemarin saya baca, menceritakan tentang pasangan yang sama-sama aktif di jejaring sosial dan akhirnya malah saling memberi kabar lewat jejaring sosial. Efektif memang tapi jejaring sosial tidak punya keintimn seperti berbicara langsung, telepon misalnya. Saya jadi ingat sindiran-sindiran teman saya di kampus “Kalau kamu nikah, kamu mah bakal banyak update. Kasian suami kamu gak diurus. Anak kamu gak dikasih makan. Update aja terus kerjaannya” Ntah darimana teman-teman saya di kampus menilai saya sering update hihi… Mungkin karena saya keseringan buka Twitter saat jam kuliah. Hm, kembali pada artikel yang kemarin saya baca, komunikasi ittu memang penting tapi ya tidak lewa jejaring sosial juga. Ada benarnya kata penulis bicaralah dengan pasangan, bukan di jejaring sosial. Bukan hanya dengan pasangan, tapi dengan siapapun. Jika ada masalah selesaikan baik-baik, bicaralah.

Terjemahkan rasa, tapi ya gak nyindir juga!

Sejak beberapa tahun lalu, saya aktif di jejaring sosial. Mulai dari Friendster, Facebook, juga Twitter. Saya akui memang menyenangkan kadang juga memang ada hal yang memuakkan. Tiba-tiba saja di depan saya ada yang berperang status, saling sindir, cerca dan menghina. Ok, itu ABG. dan saya memaklumi. Memaklumi? Bukan maksudnya Saya harus berusaha memaklumi gejolak emosi mereka yang memang masanya seperti itu, walaupun cara mereka menyalurkan emosi salah.
Saya pernah menjadi anak SMA, dan dari SMA saya aktif di jejaring sosial. Saya pun pernah mengalami hal demikian, saling sindir, perang status dan perang twit. Ok, itu jaman saya SMA. Semenjak kuliah tahun lalu kebiasaan itu masih ada hingga sekarang saya akui saya serinng menyindir perilaku orang-orang di sekitar saya lewat twit. Kenapa tidak menegur langsung? Hihi… Saya terlalu tidak berani. Itu kelakuan saya di semester awal kuliah.

Menginjak semester 3 kemarin, kebiasaan ini mulai menghilang. Sepertinya berbicara langsung dengan cara mention atau DM lewat twitter lebih melegakan hati daripada hanya saling serang tidak berkesudahan. Nampaknya, tidak ada masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan menyindir, bukan?.

Jejaring sosial memang media komunikasi paling efektif. Tapi berkomunikasi dengan terbuka ittu jauh lebih baik, dan jauh akan menyelesaikan masalah.

Bicaralah!

Apa yang menghalangimu untuk berbicara? Itu pertanyaan untuk diri saya sendiri. Mengapa begitu sulit untuk berbicara?

Ada orang yang begitu cerewet, memaki, mencerca, menghina musuhnya langsung tepat di depan batang hidungnya. Ada orang yang begitu pendiam, menghina, mencerca dan memaki musuhnya hanya dalam buku harian. Ril. Tidak beranikah untuk berbicara, sayang?.

Berbicara itu menerjemahkan rasa. Komunikasi memang bisa dilakukan dengan cara apapun, lewat media apapun. Tapi, berbicara nampaknya akan lebih menyenangkan. Ada hal-hal yang yang tidak bisa dirasakan ketika hanya berkomunikasi di jejaring sosial.

Ini kok rasanya seperti memberi nasehat pada diri sendiri ya? 🙂

Iya, saya terbiasa menulis. Apapun yang saya rasakan, maka itu yang saya tuliskan. Saya tidak terbiasa berbicara, dan saya juga sedang belajr untuk bisa ‘berbicara’ :). Mengkomunikasikan perasaan, istilahnya. Beberapa bulan lagi Saya menginjak kepala dua, dan tentu saja saya bukan ABG lagi yang bebas berkomunikasi dengan cara apapun yang mereka mau, melampiaskan emosi di media apapun yang mereka suka. tidak, saya bukan ABG lagi, hihi.. Ada tempat untuk melampiaskan emosi, ada cara untuk mengkomunikasikan perasaan. Tentu saja bukan lewat sindiran.

Mari bicara, mari mengkomunikasikan perasaan :).